TAHUN BARU MENURUT ISLAM

Bulan desember sudah tiba, dan tanggal 20-an pun sebentar lagi datang, pertanda bahwa penjual terompet akan menjajakan dagangannya di pinggir jalan, dan semyum lebar bagi para penjual kembang api, karena sebentar lagi masyarakat seluruh negeri akan merayakan pergantian tahun menuju ke tahun yang "baru". namun bagaimana seharusnya islam menyikapinya?

Telah diketahui semua orang bahwa perayaan tahun baru masehi bukanlah kebudayaan islam. Bahkan kebudayaan ini berasal dari kebudayaan non muslim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk, meninggalkan dan menjauhi perayaan-perayaan terutama yang berulang pada setiap tahunnya (‘Ied) yang berasal dari non muslim. Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah.” Lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri.” (HR. Abu Dawud)
 
Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512)
Kemudian Allah juga mengisyaratkan hal yang sama. Allah Ta’ala menjelaskan ciri-ciri ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah yang beriman):

 والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما

Artinya:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
(Qs. Al-Furqan: 72)


Maka, sikap hamba-hamba Allah yang beriman terhadap perayaan orang-orang non muslim adalah tidak mengikutinya, namun berlalu saja dengan penuh kemuliaan sebagai seorang muslim. Maka juga termasuk  bentuk merayakan seperti menghadiri,  atau minimal hanya membeli terompet saja untuk merayakannya, hal ini bertentangan dengan ayat diatas dan patut diragukan keimanannya.

sungguh menyesal jika kaum muslim ikut merayakan tradisi ini hingga dia mati dan kelak ketika dibangkitkan , maka ia akan dikumpulkan bersama mereka
(Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512)

sumber ; muslimah.or.id

Posting Komentar